Perang Tanpa Suara: Peran Drone dalam Konflik Global dan Dampaknya ke Dunia Akademik

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah menyaksikan perubahan besar dalam cara perang dijalankan. Salah satu teknologi yang menjadi pusat perhatian adalah drone. Drone, atau pesawat tanpa awak, kini bukan lagi sekadar alat hobi atau pengantar paket, melainkan senjata canggih yang digunakan dalam berbagai konflik di seluruh dunia.

Drone militer memiliki kemampuan luar biasa. Dengan dikendalikan dari jarak jauh, drone bisa melakukan pengintaian, membawa senjata, bahkan meluncurkan serangan ke sasaran tertentu. Tanpa perlu menerbangkan pesawat tempur berawak, negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China menggunakan drone untuk misi-misi penting, seperti memata-matai wilayah musuh atau menargetkan kelompok tertentu dengan presisi tinggi.

Yang membuat penggunaan drone semakin mengkhawatirkan adalah karena operasinya nyaris tanpa suara dan tak terlihat oleh mata telanjang. Dalam satu kali misi, sebuah drone bisa berada di udara selama berjam-jam, mengumpulkan data, tanpa disadari oleh targetnya. Inilah yang disebut sebagai “perang tanpa suara”—tanpa deru tank, tanpa desing peluru, namun tetap mematikan.

Namun, penggunaan drone dalam konflik global bukan hanya urusan militer semata. Kehadirannya juga memberikan dampak yang signifikan ke dunia akademik. Banyak universitas, terutama yang fokus pada teknologi, pertahanan, dan etika, mulai menaruh perhatian besar pada perkembangan drone.

Dari sisi teknologi, para mahasiswa teknik elektro, teknik mesin, dan ilmu komputer mempelajari cara kerja drone, dari desain baling-baling hingga pemrograman sistem navigasinya. Drone menjadi bahan ajar dan proyek riset yang menarik. Bahkan, banyak kampus kini memiliki laboratorium drone sendiri.

Dari sisi sosial dan etika, bidang seperti hubungan internasional dan filsafat juga ikut terlibat. Pertanyaan-pertanyaan penting muncul: Apakah penggunaan drone dalam perang melanggar hak asasi manusia? Siapa yang bertanggung jawab jika drone menyerang target yang salah? Apakah ini bentuk perang yang lebih “bersih” atau justru lebih membahayakan?

Mahasiswa juga diajak berpikir kritis tentang penggunaan teknologi canggih dalam konteks kemanusiaan. Di sinilah pentingnya dunia akademik: bukan hanya mengikuti tren teknologi, tetapi juga mengkaji dan mengkritisinya dari berbagai sudut pandang.

Di Indonesia sendiri, beberapa universitas sudah mulai mengembangkan program studi atau mata kuliah yang berkaitan dengan teknologi drone. Bahkan, beberapa kampus bekerja sama dengan instansi militer atau industri teknologi untuk mengembangkan drone lokal yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, dari pemetaan wilayah hingga pengawasan kebakaran hutan.

Kesimpulannya, perang tanpa suara lewat drone telah mengubah banyak hal—bukan hanya di medan tempur, tetapi juga di ruang kelas. Dunia akademik tidak bisa tinggal diam. Justru di sinilah perannya semakin penting: menyiapkan generasi yang tak hanya canggih secara teknologi, tetapi juga bijak dalam menggunakannya.

Komentar